Kisah Mesin Tik Dalam Iklan Pinjaman Dari Nazi Officers Night

Hari ini Kamis (17/8/2023) menandai peringatan 78 tahun Kemerdekaan (HUT) Republik Indonesia (RI).

Hingga saat ini, Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Sukarno 17 Agustus 1945 merupakan kisah yang menarik untuk diceritakan kembali.

Salah satu hal yang menarik dari segi teknis adalah mesin tik yang digunakan Sayuti Melik (penulis teks iklan) untuk menulis teks iklan yang dibaca Ire. Sukarno.

Ternyata mesin tik yang digunakan Sayuti Melik bukan milik pribadi, melainkan pinjaman sementara dari pihak luar. Jadi bagaimana mesin tik pinjaman ini bisa digunakan untuk menulis naskah iklan?

Dibuat di Jerman, dimiliki oleh seorang perwira Nazi

Menurut berbagai sumber, Soekarno menulis manifesto tersebut di atas kertas pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945.

Setelah teks manifesto ditulis dengan tangan, teks harus diketik dan percetakan dokumen dipercayakan kepada Sayuti Malik.

Namun, alasan teks Proklamasi Kemerdekaan dari Sukarno sebaiknya ditulis oleh seseorang Sayuti Melik agar tidak menimbulkan persepsi yang salah terhadap teks Deklarasi.

Dalam buku 17-8-1945, Fakta, Drama, Misteri karya Hendri F Isnaeni terbitan Change (2015), persoalan muncul sebelum Sayuti Melik menulis salinan iklannya.

Saat itu belum ada mesin tik aksara Latin di rumah Laksamana Tadashi Maeda yang menulis manifesto, hanya mesin tik aksara Cina (Jepang).

Sekretaris Laksamana Maeda, Satsuki Mishima, berinisiatif meminjam mesin tik untuk digunakan Shutei Melik.

Mishima kemudian pindah ke kantor Angkatan Darat Jerman yang saat itu berada di gedung KPM (sekarang Pertamina) di Koningsplein (sekarang Lapangan Merdeka Timur). Gunakan jeep untuk menuju lokasi ini.

Di sana, Mishima bertemu Mayor Candela, seorang perwira angkatan laut di Nazi Jerman. Pria inilah yang meminjamkan mesin tik tersebut, dan akhirnya membawa Mishima ke dalam keluarga Maeda.

Cepat dan perbaiki beberapa kata

/ESTU SURYOWATI Minggu (13/8/2017) Sayuti Melik dan BM Deah dalam bentuk lilin dipajang di Museum Penyusunan Naskah Deklarasi di Menteng, Jakarta.

Perwakilan klub remaja tiba di rumah Maeda dan giliran mereka untuk berpartisipasi. Syoti Malak ditugaskan untuk mencetak manifesto itu bersama Burhanuddin Muhammad Zia.

Sayuti Malik mengaku buru-buru menulis naskah. Karena hari sudah menjelang pagi.

Karena terburu-buru, dia sangat menyadari bahwa hasil yang dia tulis akan terlihat berantakan, sedikit bengkok, atau tidak lurus.

Meski merasa tidak rapi, Syuti Malik tetap perhatian. Karena dia mengubah beberapa kata yang ditulis oleh Sukarno.

Diantaranya, kata ‘Tempo’ diubah menjadi ‘Tempo’, dan kalimat ‘Wakil Rakyat Indonesia’ diubah menjadi ‘Atas Nama Rakyat Indonesia’.

Ia juga menambahkan nama “Soekarno-Hatta” dan “Djakarta, 17-8-05” menjadi “Djakarta, hari ini 17 boelan 8 tahoen 05”.

Angka 05 menandakan tahun 2605, tahun yang sama dengan Showa Jepang tahun 1945 Masehi.

Hasil tertulis dibawa ke ruang rapat

Salinan iklan asli dari ANRI

Setelah beberapa kali revisi, Sauthi Melik meninggalkan draf naskah tulisan tangan Sukarno di atas meja tempat mesin tik itu berada.

Manifesto yang telah dicetak itu kemudian dibawa ke ruang rapat dan dibacakan di depan para peserta konferensi hingga akhirnya disetujui dan ditandatangani oleh Sukarno dan Mohamed Hatta.

Teks iklan ini selanjutnya disebut teks iklan sebenarnya. Sedangkan naskah yang ditulis oleh Sukarno disebut naskah deklarasi.

Proklamasi ditandatangani pada pukul 10.00 WIB tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 dibaca oleh Soekarno bersama Hatta.

Meski peristiwa ini terjadi sekitar 78 tahun silam, masyarakat Indonesia masih bisa melihat mesin tik yang digunakan untuk menulis naskah iklan di Museum Sistem Naskah Iklan di Menteng, Jakarta Pusat.

Museum ini dulunya adalah rumah Laksamana Maeda, yang merupakan kepala kantor penghubung antara angkatan laut dan tentara Jepang.

Gedung ini digunakan sebagai tempat perundingan kemerdekaan Indonesia 78 tahun silam pada Jumat 17 Agustus oleh Soekarno, Muhammad Hatta, Ahmad Subarjo, Soekarno dan Burhanuddin Muhammad Zia.

Karya Mr. Cho, yang menyusun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, dan Sayuti Melik, yang mencetak Proklamasi Kemerdekaan, dapat dilihat dalam film dokumenter yang diunggah oleh Museum Proklamasi Kemerdekaan. Di bawah.